BPJS Kesehatan Sakit-Sakitan, Jokowi Harus Evaluasi Menyeluruh
Sabtu 20 Oktober 2018, 08:43 WIB
Presiden Jokowi didesak tak hanya prioritaskan pembangunan infrastruktur.
Berazam - Defisit BPJS Kesehatan terus menumpuk dan diperkirakan angkanya bisa mencapai Rp16,5 triliun hingga akhir tahun 2018. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) periode Januari-Juni 2018, sebesar Rp4,4 triliun terdiri dari carry over tahun 2017 dan Rp12,1 triliun proyeksi defisit tahun 2018.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menganggap, defisit itu menjulang tinggi akibat rapuhnya konsep dan pelaksanaan yang dieksekusi pemerintahan Jokowi.
"Pemerintah sudah berpuluh-puluh kali rapat dengan kami, pasti tahu masalahnya. Tapi belum ada perubahan sistem yang baru sampai sekarang," kata Dede kepada reporter Tirto, Jumat (19/10/2018).
"Jadi, menurut saya, ini sudah menjadi final warning,” imbuhnya.
Dede menjelaskan, pangkal permasalahan dari defisit BPJS Kesehatan selama empat tahun belakangan, justru bukan pada alokasi anggaran. Sebab dana yang dialirkan telah mengacu pada undang-undang yaitu, 5 persen dari total APBN 2018 atau sebesar Rp111 triliun dan 5 persen dari total RAPBN 2019 atau sebesar Rp112 triliun.
Dari 5 persen tersebut, menurut Dede, anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga sudah ditambah dari Rp25 triliun pada APBN 2018, menjadi Rp26 triliun untuk RAPBN 2019.
"Ini sudah disetujui dalam rapat komisi IX dan Kemenkeu. Tapi ini masalah soal manajemen pelaksanaan," tuturnya.
Selain itu, menurut Dede, ada berbagai masalah yang menjangkiti BPJS Kesehatan. Misalnya sistem rujukan berjenjang yang saat ini diterapkan BPJS Kesehatan, ternyata merugikan masyarakat. Alur administrasi yang panjang itu berdampak berantakannya rekam jejak medis pasien, terlebih jika terdapat perombakan layanan rumah sakit.
Maka dari itu, menurut Politikus Partai Demokrat tersebut, upaya menaikkan iuran sebagai alternatif menambal defisit tidak mungkin dilakukan. Sebab pola pelayanannya hingga kini belum memuaskan.
"Presiden bisa menggerakkan menteri keuangan. Bisa menggerakkan Dirjen Pajak atau yang lainnya untuk membuat penutup bolong ini," ujarnya.
Dede juga berharap tarif BPJS Kesehatan yang mengacu pada Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) diganti. Sebab model pembayaran untuk mengganti klaim tagihan rumah sakit yang mengadopsi dari Malaysia itu, sudah tak relevan lagi bagi Indonesia.
Rumitnya masalah BPJS Kesehatan, menurut Dede karena jenjang komunikasi antara Presiden Jokowi dan BPJS terasa jauh. Harus melewati menteri kesehatan terlebih dulu untuk menyampaikan laporan. Maka dari itu jika ada masalah, Jokowi diminta tidak lempar tanggung jawab.
"Artinya jika presiden menganggap BPJS dan pelaksana BPJS gagal, ya ganti dong. Artinya apa, hindarkan saling lempar tanggungjawab," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menganggap, sejauh ini Presiden Jokowi seperti tak kunjung mendapatkan informasi yang utuh terkait pelaksanaan dan operasional BPJS Kesehatan. Maka dari itu permasalahan kian menumpuk.
“Mulai dari pendataannya kepesertaan, terutama yang gratis, kemudian sistem pelayanannya itu, kemudian termasuk pembiayaan. Contoh dari sisi pelayanan kan masih banyak yang semrawut,” ujar Saleh kepada reporter Tirto.
Selain itu, menurut Wasekjen PAN tersebut, banyak masyarakat yang merasa dinomorduakan ketika berobat karena menggunakan BPJS Kesehatan. Selain itu terkait pembiayaan, dia menganggap ada banyak kecurangan.
“BPJS ini susah dan kompleks. Termasuk memperbaiki regulasi-regulasi. Ada banyak regulasi di situ yang harus dievaluasi. UU BPJS itu sendiri kan belum mengatur kewajiban keuangan yang sustain,” terangnya.
Maka dari itu, Saleh meminta Jokowi tak hanya memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Menurutnya infrastruktur hanya dinikmati sebagian masyarakat Indonesia. Misalnya jalan tol atau bandara, hanya dinikmati sebagian orang yang bisa bepergian. Hal itu berbeda dengan BPJS Kesehatan.
“Tapi kalau kesehatan semua orang kaya miskin menikmati itu. Karena itu harus diprioritaskan. Jangan hanya infrastruktur,” tegasnya.
Berpotensi Menghambat Elektabilitas
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, lambannya pemerintah menangani masalah defisit BPJS Kesehatan akan menghambat elektabilitas petahana, dalam pertarungan Pilpres 2019.
"Bisa jadi ladang pembantaian dirinya saat debat Pilpres nanti," kata Fahri melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Jumat (19/10/2018).
Menurut Fahri BPJS Kesehatan bagian dari program strategis Jokowi untuk penuhi hak kesehatan warganya. Maka dari itu Fahri meminta agar Jokowi lebih tanggap dan tak lepas tangan pada persoalan ini.
Menanggapi hal ini, Ketua Perempuan Bangsa PKB, Siti Masyrifah menilai kemarahan Jokowi kepada Dirut BPJS bukan suatu tindakan lepas tangan.
"Tapi justru kemarahannya itu sebagai bentuk tanggung jawab Pak Jokowi sebagai Kepala Negara," kata Masyrifah kepada reporter Tirto.
Masyrifah, selaku anggota Komisi IX mengaku sudah sering meluapkan kegeramannya, soal BPJS Kesehatan dalam rapat kerja di DPR.
"Saya pernah sampaikan kalau harus ada punishment buat BPJS Kesehatan. Keenakan kalau setiap defisit harus ditutup oleh Negara. Enggak ada tanggung jawab manajemennya kalau begitu terus," pungkasnya.*
sumber: tirto.id
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Rabu 15 Mei 2024
Edy Natar Nasution Kembali Berkomitmen Politik, Kembalikan Formulir Pendaftaran ke PAN Riau
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Berita Terkini
Sabtu 18 Mei 2024, 19:28 WIB
Ketua DPC PJS Kota Palembang Soroti Pembangunan Terminal Batubara Kramasan
Sabtu 18 Mei 2024, 18:10 WIB
Pernyataan Wan Abu Bakar Berpotensi Primordialisme, Tokoh Riau Edy Natar Nasution Angkat Bicara
Jumat 17 Mei 2024, 22:20 WIB
Dinkes Siak dan Apkesmi Gelar Webinar, Perkenalkan Program ILP
Jumat 17 Mei 2024, 10:57 WIB
Mahasiswa Hukum UIR Raih Best Speaker di Kontes Duta Wisata Riau 2024
Jumat 17 Mei 2024, 10:53 WIB
UIR Terima Bantuan Dana Pendidikan Sebesar Rp 70 Juta dari Bank Syariah Indonesia
Jumat 17 Mei 2024, 10:48 WIB
Viral! Beredar video Harimau Mati Tertabrak Mobil di Tol Permai, Ternyata Begini Faktanya
Jumat 17 Mei 2024, 10:41 WIB
Kisah Kontroversial Pemanggilan Pejabat Eselon 2 di Pemprov Riau: dari Spekulasi hingga Tersangka
Kamis 16 Mei 2024, 13:18 WIB
Tuhan Sedang Menyapa Kita
Kamis 16 Mei 2024, 07:57 WIB
Konsistensi Syamsuar Dipertanyakan: Dulu Tidak Maju, Sekarang Maju, Harris pun Merasa Tertipu?
Rabu 15 Mei 2024, 15:08 WIB
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024