Kerja Kolaboratif Cegah Kematian Wartawan Politik dan Perang
Selasa 12 Desember 2017, 11:49 WIB
Di Indonesia, sejak 1992, terjadi 11 pembunuhan terhadap wartawan.
Berazam--Perdana Menteri Malta Joseph Muscat mengumumkan bahwa total 10 tersangka tertangkap terkait pembunuhan wartawan Daphne Caruana Galizia melalui cuitan twitternya pada 4 Desember (@JosephMuscat_JM):
"An additional 2 persons have been apprehended in #DaphneCaruanaGalizia murder probe, bringing total to 10 arrests. Authorities have all areas of interest under control since early this morning and searches are underway."
Daphne Caruana Galizia, wartawan yang memimpin penyelidikan Panama Papers tentang korupsi di Malta, terbunuh 16 Oktober lalu karena ledakan bom dalam mobilnya. Galizia mengunggah tulisannya di Facebook yang berisi dugaan keterlibatan Joseph Muscat beserta istrinya serta seorang kepala staf pemerintahan, yang memiliki perusahaan cangkang di Panama, menerima uang dari pemerintah Azerbaijan.
Setelah unggahannya tersebut, Galizia tidak dapat mengakses akun Facebooknya. Karena unggahannya itu pula, Muscat menyatakan akan menuntut Galizia.
Selain Galizia, kasus terbaru adalah pembunuhan Sudip Dutta Bhaumik, jurnalis investigatif di India yang tewas tertembak pada 21 November 2017. Terbunuhnya Bhaumik diduga berkaitan dengan investigasi korupsi dalam kepolisian yang sedang ia selidiki. Selama hidupnya, Bhaumik mendedikasikan diri sebagai jurnalis politik dan korupsi.
Wartawan adalah salah satu profesi yang berisiko. Pembunuhan terhadap wartawan terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut data Comittee to Protect Journalist (CPJ), sejak 1992 hingga 8 Desember 2017 terdapat 1.265 jurnalis di dunia yang terbunuh dan motif pembunuhannya telah terkonfirmasi. Selain itu, ada 496 pembunuhan wartawan yang motifnya belum terkonfirmasi.
Pada 1992, terdapat 55 pembunuhan jurnalis dengan 44 kasus telah terkonfirmasi motifnya. Jumlah ini meningkat menjadi 75 kasus pada 2004. Kasus pembunuhan mencapai puncaknya pada 2012 dengan jumlah 104, 74 korban di antaranya telah terkonfirmasi motifnya. Adapun sejak Januari 2017 hingga 8 Desember, tercatat ada 50 kasus pembunuhan terhadap jurnalis.
Berdasarkan tempat pembunuhan, Irak merupakan negara dengan kasus pembunuhan jurnalis terbanyak. Sejak 1992, tercatat ada 186 jurnalis yang terbunuh dan kasusnya telah terkonfirmasi di Irak. Negara paling tak aman bagi jurnalis selain Irak adalah Suriah. Ada 114 kasus pembunuhan jurnalis di sana yang telah terkonfirmasi.
Paling Berisiko: Jurnalis Politik dan Peperangan
Apabila melihat jumlah pembunuhan berdasarkan jenis peliputan yang dilakukan, jurnalis yang menangani kasus politik hampir sama berisikonya dengan peperangan. Pada 2011, tercatat ada 21 jurnalis yang meliput politik terbunuh. Jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 50 orang pada 2015.
Untuk jurnalis perang, tercatat ada 11 orang yang terbunuh pada 2010. Jumlah ini meningkat menjadi 40 orang pada 2012 dan 36 jurnalis di 2016. Hingga 10 Desember 2017, tercatat ada 19 jurnalis perang yang dibunuh sejak Januari.
Di Indonesia sendiri masih terjadi kasus serupa walaupun tidak separah Irak ataupun Suriah. Menurut data CPJ, terdapat 11 jurnalis di Indonesia terbunuh sejak 1992 hingga 2017. Sepuluh orang di antaranya telah diketahui motif pembunuhannya.
Ada satu kasus kematian yang belum terungkap motifnya. Mayat Mohamad Jamal, juru kamera TVRI, ditemukan di sebuah sungai pada 17 Juni 2003 setelah diculik pada 20 Mei ia oleh orang-orang bersenjata tak dikenal di kantornya di Banda Aceh. Menurut keterangan saksi, ketika ditemukan, mata dan mulut Jamal tertutup lakban, tangannya juga terikat tali nilon. Sampai saat ini. CPJ masih terus menyelidiki kasus tersebut.
Apa lingkup liputan para wartawan yang terbunuh di Indonesia ini? Jawabannya adalah politik dan korupsi. Dari 10 kasus yang terkonfirmasi, 6 pembunuhan dilatari peliputan yang terkait kasus korupsi. Mereka adalah Ardiansyah Matra'is, Anak Agung Prabangsa, Herliyanto, Naimullah, Muhammad Sayuti Bochari, dan Fuad Muhammad Syafruddin.
Yang membikin heran, Reformasi politik tak membikin pembunuhan jurnalis di Indonesia terhenti. Anda bisa melihat data pembunuhan wartawan setelah 1998. Ada tujuh wartawan terbunuh di Era Reformasi ini. Era kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi tak membuat wartawan lebih aman.
Di Indonesia, jurnalisme sudah diatur dalam UU Pers, sehingga setidaknya wartawan tidak mudah dikriminalkan. Namun, untuk mencegah pembunuhan, perlindungan hukum positif saja belum cukup. Jurnalis sendiri perlu bersiasat dalam menghadapi tantangan dan ancaman. Salah satunya adalah bekerja secara kolaboratif.
Contoh kerja kolaboratif sesungguhnya telah dilakukan dalam menguak Panama Papers. Wartawan media-media di banyak negara berkolaborasi mengungkapkan data orang-orang yang punya perusahaan cangkang di negara suaka pajak.
Apa pentingnya kerja kolaboratif?
Bekerja secara kolaboratif memungkinkan Anda meliput sesuatu dengan magnituda yang lebih besar. Setidaknya dalam kerja kolaboratif, ada beberapa media yang bekerja menghadapi subyek-subyek dalam liputan, semisal korupsi, militerisme, serta liputan berisiko lain. Intinya, Anda tak bekerja sendirian dan menanggung risikonya sendirian. ***
Sumber: tirto.id
"An additional 2 persons have been apprehended in #DaphneCaruanaGalizia murder probe, bringing total to 10 arrests. Authorities have all areas of interest under control since early this morning and searches are underway."
Daphne Caruana Galizia, wartawan yang memimpin penyelidikan Panama Papers tentang korupsi di Malta, terbunuh 16 Oktober lalu karena ledakan bom dalam mobilnya. Galizia mengunggah tulisannya di Facebook yang berisi dugaan keterlibatan Joseph Muscat beserta istrinya serta seorang kepala staf pemerintahan, yang memiliki perusahaan cangkang di Panama, menerima uang dari pemerintah Azerbaijan.
Setelah unggahannya tersebut, Galizia tidak dapat mengakses akun Facebooknya. Karena unggahannya itu pula, Muscat menyatakan akan menuntut Galizia.
Selain Galizia, kasus terbaru adalah pembunuhan Sudip Dutta Bhaumik, jurnalis investigatif di India yang tewas tertembak pada 21 November 2017. Terbunuhnya Bhaumik diduga berkaitan dengan investigasi korupsi dalam kepolisian yang sedang ia selidiki. Selama hidupnya, Bhaumik mendedikasikan diri sebagai jurnalis politik dan korupsi.
Wartawan adalah salah satu profesi yang berisiko. Pembunuhan terhadap wartawan terjadi di berbagai belahan dunia. Menurut data Comittee to Protect Journalist (CPJ), sejak 1992 hingga 8 Desember 2017 terdapat 1.265 jurnalis di dunia yang terbunuh dan motif pembunuhannya telah terkonfirmasi. Selain itu, ada 496 pembunuhan wartawan yang motifnya belum terkonfirmasi.
Pada 1992, terdapat 55 pembunuhan jurnalis dengan 44 kasus telah terkonfirmasi motifnya. Jumlah ini meningkat menjadi 75 kasus pada 2004. Kasus pembunuhan mencapai puncaknya pada 2012 dengan jumlah 104, 74 korban di antaranya telah terkonfirmasi motifnya. Adapun sejak Januari 2017 hingga 8 Desember, tercatat ada 50 kasus pembunuhan terhadap jurnalis.
Berdasarkan tempat pembunuhan, Irak merupakan negara dengan kasus pembunuhan jurnalis terbanyak. Sejak 1992, tercatat ada 186 jurnalis yang terbunuh dan kasusnya telah terkonfirmasi di Irak. Negara paling tak aman bagi jurnalis selain Irak adalah Suriah. Ada 114 kasus pembunuhan jurnalis di sana yang telah terkonfirmasi.
Paling Berisiko: Jurnalis Politik dan Peperangan
Apabila melihat jumlah pembunuhan berdasarkan jenis peliputan yang dilakukan, jurnalis yang menangani kasus politik hampir sama berisikonya dengan peperangan. Pada 2011, tercatat ada 21 jurnalis yang meliput politik terbunuh. Jumlahnya terus meningkat hingga mencapai 50 orang pada 2015.
Untuk jurnalis perang, tercatat ada 11 orang yang terbunuh pada 2010. Jumlah ini meningkat menjadi 40 orang pada 2012 dan 36 jurnalis di 2016. Hingga 10 Desember 2017, tercatat ada 19 jurnalis perang yang dibunuh sejak Januari.
Di Indonesia sendiri masih terjadi kasus serupa walaupun tidak separah Irak ataupun Suriah. Menurut data CPJ, terdapat 11 jurnalis di Indonesia terbunuh sejak 1992 hingga 2017. Sepuluh orang di antaranya telah diketahui motif pembunuhannya.
Ada satu kasus kematian yang belum terungkap motifnya. Mayat Mohamad Jamal, juru kamera TVRI, ditemukan di sebuah sungai pada 17 Juni 2003 setelah diculik pada 20 Mei ia oleh orang-orang bersenjata tak dikenal di kantornya di Banda Aceh. Menurut keterangan saksi, ketika ditemukan, mata dan mulut Jamal tertutup lakban, tangannya juga terikat tali nilon. Sampai saat ini. CPJ masih terus menyelidiki kasus tersebut.
Apa lingkup liputan para wartawan yang terbunuh di Indonesia ini? Jawabannya adalah politik dan korupsi. Dari 10 kasus yang terkonfirmasi, 6 pembunuhan dilatari peliputan yang terkait kasus korupsi. Mereka adalah Ardiansyah Matra'is, Anak Agung Prabangsa, Herliyanto, Naimullah, Muhammad Sayuti Bochari, dan Fuad Muhammad Syafruddin.
Yang membikin heran, Reformasi politik tak membikin pembunuhan jurnalis di Indonesia terhenti. Anda bisa melihat data pembunuhan wartawan setelah 1998. Ada tujuh wartawan terbunuh di Era Reformasi ini. Era kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi tak membuat wartawan lebih aman.
Di Indonesia, jurnalisme sudah diatur dalam UU Pers, sehingga setidaknya wartawan tidak mudah dikriminalkan. Namun, untuk mencegah pembunuhan, perlindungan hukum positif saja belum cukup. Jurnalis sendiri perlu bersiasat dalam menghadapi tantangan dan ancaman. Salah satunya adalah bekerja secara kolaboratif.
Contoh kerja kolaboratif sesungguhnya telah dilakukan dalam menguak Panama Papers. Wartawan media-media di banyak negara berkolaborasi mengungkapkan data orang-orang yang punya perusahaan cangkang di negara suaka pajak.
Apa pentingnya kerja kolaboratif?
Bekerja secara kolaboratif memungkinkan Anda meliput sesuatu dengan magnituda yang lebih besar. Setidaknya dalam kerja kolaboratif, ada beberapa media yang bekerja menghadapi subyek-subyek dalam liputan, semisal korupsi, militerisme, serta liputan berisiko lain. Intinya, Anda tak bekerja sendirian dan menanggung risikonya sendirian. ***
Sumber: tirto.id
Untuk saran dan pemberian informasi kepada berazam.com, silakan kontak ke email: redaksi.berazam@gmail.com
Komentar Anda
Berita Terkait
Berita Pilihan
Jumat 08 Maret 2024
Stikes Tengku Maharatu Wisuda Lagi 231 Sarjana Kesehatan dan Profesi Ners
Senin 22 Januari 2024
Letakan Batu Pertama, Stikes Tengku Maharatu Bangun Kampus Empat Lantai
Selasa 28 November 2023
Satu Jam Bersama Gubernur Riau Edy Natar : Mimpi Sang Visioner dan Agamis
Selasa 21 November 2023
Silaturahmi IKBR dengan Plt Gubri, Edy Nasution: Insha Allah Saya Maju
Minggu 01 Oktober 2023
Bravo 28 Usulkan Ganjar-Jokowi Pasangan Pilpres 2024
Rabu 27 September 2023
Hendry Ch Bangun Terpilih Jadi Ketua Umum PWI Pusat 2023-2028
Rabu 20 September 2023
Perginya Dosen Ramah, Humoris, dan Rendah Hati
Senin 18 September 2023
Wow! Ternyata Harga Kontrak Impor LNG Pertamina yang Disidik KPK Jauh lebih Murah dari Harga LNG Domestik
Senin 11 September 2023
Menkominfo Mau Pajaki Judi Online, Ini Kata CERI
Sabtu 09 September 2023
Jalin Silaturahmi, Sahabat Fuja ''Sejiwa Sehati'' Gelar Turnamen Domino Diikuti 500 Peserta
Berita Terkini
Sabtu 04 Mei 2024, 10:40 WIB
Bupati Zukri Misran Ngopi Sore Bareng JMSI Riau, Disorot Kontribusi dalam Pemilu dan Fokus Pembangunan Pelalawan
Jumat 03 Mei 2024, 18:03 WIB
Dugaan Pencemaran Nama Baik Profesi, PJS Resmi Adukan Rum Pagau ke Polda Gorontalo
Jumat 03 Mei 2024, 15:11 WIB
PT BRKS Jalin Kerjasama dengan Dinas PMD Bengkalis Terkait Pelaksanaan Siskeudes-Link
Jumat 03 Mei 2024, 14:48 WIB
UIR Masuk Dalam 10 Kampus Islam Terbaik Versi Edurank, Wakil Rektor Bidang Akademik : UIR Akan Terus Tingkatkan Mutu Kampus
Jumat 03 Mei 2024, 11:17 WIB
Hari ini Gebyar BBI BBWI dan Carnival Lancang Kuning Mulai Digelar di Pekanbaru
Jumat 03 Mei 2024, 11:09 WIB
Sah! KPU Pekanbaru Tetapkan 50 Calon Anggota DPRD Terpilih Hasil Pemilu 2024, Berikut Nama-namanya
Jumat 03 Mei 2024, 11:00 WIB
Luar Biasa! Maruarar Sirait Pendukung Jokowi: 10 Tahun Tak Jadi Menteri Tetap Loyalis Sejati
Jumat 03 Mei 2024, 10:55 WIB
Dibalik Mundurnya Tutuka Dirjen Migas yang Diduga Tak Tahan dengan Kuatnya Tekanan Kiri -kanan
Jumat 03 Mei 2024, 10:51 WIB
Menjadikan Riau Lebih Baik Bersama Edy Natar Nasution
Kamis 02 Mei 2024, 14:24 WIB
Edy Natar Nasution Kembali Serahkan Berkas Pendaftaran ke PDI-P: Menyambut Visi Misi untuk Masa Depan yang Lebih Baik