
Pekanbaru, berazamcom - Saat reses, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengunjungi konstituen atau Daerah Pemilihan (Dapil) untuk menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
Hal yang sama dilakukan oleh Dr. H. Mardianto Manan, M.T, anggota DPRD Provinsi Riau. Setelah reses di dapil Inhu-Kuansing, Mardianto kembali dengan membawa aspirasi masyarakat terkait infrastruktur, khususnya perbaikan jalan rusak dan fasilitas yang mendukung mata pencaharian petani dan perkebunan di daerah tersebut. Hal ini disampaikan oleh Mardianto pada Sabtu (18/11/23).
"Secara umum, infrastruktur yang dibutuhkan adalah jalan menuju lokasi pertanian, infrastruktur di lokasi pertanian, perbaikan saluran air, serta sarana dan prasarana produksi seperti pupuk, bibit, dan lain sebagainya. Dikarenakan mayoritas penduduk di dapil Inhu-Kuansing bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, permintaan akan infrastruktur lebih tinggi daripada sektor pariwisata, kepemudaan, dan olahraga," jelas Mardianto.
Salah satu hal yang mendesak di dapil Inhu-Kuansing adalah perbaikan jalan yang rusak, yang menghambat mobilitas masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
"Masalah yang lebih parah lagi adalah di desa-desa seperti Bandar Padang, Pataling Jaya, Pematang Manggis, Air Molek, dan Sidomulyo di Batang Cenaku, banyak keluhan tentang kondisi infrastruktur dari Cerenti hingga Rengat. Jalan Provinsi Inhu sangat rusak, seperti 'jalan tak bertuan'. Seharusnya, perjalanan dari Kuantan ke Rengat hanya memakan waktu 2,5 jam, namun sekarang membutuhkan waktu hampir 6 jam. Terutama di sekitar Cerenti, Peranap, Baturijal dekat Air Molek, jalan-jalan tersebut hancur seperti 'negara tak bertuan'. Berat tonase kendaraan yang melintas, seperti truk batu bara dan alat berat, membuat situasi semakin buruk. Seperti tidak ada pengawasan, seperti tidak ada yang mengatur. Akibatnya, jalan-jalan tersebut hancur berkeping-keping," ungkap Mardianto.
Berdasarkan aspirasi yang diterima, Mardianto Manan juga melihat bahwa kerusakan jalan ini disebabkan oleh kendaraan-kendaraan berat yang melebihi batas daya dukung jalan tersebut.
"Jalan rusak karena kelalaian pengusaha. Ironisnya, jalan tersebut diperbaiki menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi. Saya sering merasa kesal, saya ingin menelepon Kepala Pekerjaan Umum (PU), Bina Marga, atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan meminta agar jalan diperbaiki, namun beberapa waktu kemudian, truk batu bara kembali melintas dan dalam seminggu jalan itu rusak lagi," tutur Mardianto.
Mardianto Manan menawarkan solusi untuk kendaraan berbasis perusahaan agar membuat jalan sendiri atau memanfaatkan Sungai Batang Kuantan sebagai jalur transportasi, sehingga jalan umum yang dibangun oleh pemerintah tidak rusak.
"Kedepannya, perlu mencari solusi bagi jalan-jalan yang dilewati oleh truk batu bara dan kegiatan operasional pabrik, yang sebagian besar berbasis kelapa sawit di daerah ini. Mereka harus membangun jalan sendiri, entah itu jalan kereta api atau jalan perusahaan. Jangan mengganggu jalan umum yang dikelola oleh pemerintah," tambah Mardianto.
"Atau, alternatifnya adalah memanfaatkan Sungai Batang Kuantan, terutama Sungai Indra Giri, yang banyak terdapat di daerah Kuantan Singingi. Jika semua bagian Batang Kuantan yang sudah terdampar dibangun dengan penangkalan, hal ini akan sangat bermanfaat. Selain itu, daerah ini juga memiliki banyak kegiatan penambangan ilegal dan pencemaran lingkungan yang berdampak negatif. Jadi, semua perkebunan di daerah ini dapat menggunakan sungai ini sebagai jalur transportasi menuju Batang Kuantan, Indra Giri, Rengat, dan Inhil. Jangan lagi menggunakan jalan raya. Dengan menggunakan kapal, bisa mengangkut tonase yang lebih besar tanpa merusak jalan-jalan," pungkas Mardianto.
Laporan: Nurul
Editor : Yanto Budiman