
Pekanbaru, berazamcom - Pemerintah Republik Indonesia baru-baru ini menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan kelapa sawit ke 350 daerah penghasil se-Indonesia. Namun, pembagian dana ini menuai kritik dari Wakil Ketua DPRD Riau, H. Hardianto, S.E., M.M.
Menurutnya, alokasi dana sebesar Rp83,13 miliar untuk Riau tidak sebanding dengan luasan kebun dan produksi sawit di provinsi Riau.
"Riau memiliki kebun sawit terluas di Indonesia, baik itu kawasan non hutan maupun kawasan hutan. Namun, DBH sawit yang diterima tidak seindah dan sebesar yang kita harapkan. Kami perlu memahami rumusan perhitungan dari Kementerian Keuangan agar angka tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Bagi kami, alokasi dana yang diterima sangat tidak masuk akal. Ini adalah hak Riau karena sawit ditanam di atas bumi Riau, baik itu kawasan maupun non kawasan," tegas Hardianto, Selasa (21/11/2023).
Dia menekankan pentingnya alokasi yang lebih adil bagi daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia. Hardianto mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk berdiskusi ulang dengan Kementerian Keuangan guna meningkatkan nilai DBH sawit yang diterima.
“Kami menghormati keputusan pusat, tapi kami ingin mencari solusi agar alokasi DBH sawit menjadi lebih baik dan lebih besar. Kami perlu memahami rumusannya, termasuk perhitungan luasan dan produksi sawit. Jangan hanya diberikan harapan akan adanya DBH sawit, namun tidak maksimal dalam pemberiannya," ungkap Hardianto.
Sementara itu, peraturan terkait alokasi DBH sawit tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit. Menurut peraturan ini, pembagian akan dilakukan sebesar 20 persen untuk Provinsi, 60 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 20 persen untuk Kabupaten/Kota berbatasan langsung dengan Kabupaten/Kota penghasil.
Selain itu, politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini juga menyoroti penggunaan DBH sawit untuk infrastruktur dan perbaikan ekosistem terdampak. Ia menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup di daerah dengan kebun sawit terluas di Indonesia.
"DBH sawit bukan hanya untuk pembangunan, tetapi juga untuk melakukan perbaikan ekosistem terkait dengan lingkungan di kebun sawit tersebut," tambah Hardianto.
Hardianto berharap akan adanya kesepakatan yang lebih adil terkait alokasi DBH melalui dialog antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan Kementerian Keuangan.
“Kami akan bertanya dan mendukung Pemprov dalam menghadapai Kementerian Keuangan untuk mempertanyakannya. Kami perlu memahami rumusan tersebut, terutama dalam konteks kebun sawit terluas dan terbesar yang ada di Provinsi Riau. Setelah kita mendapatkan rumusannya, barulah kita dapat menentukan apakah ini adil untuk Riau atau tidak," tutup Hardianto.
Laporan: Nurul
Editor : Yanto Budiman